Bangunan rumah yang berdiri diatas tanah seluas 5.594 m2 itu dibeli atas nama Ki Hadjar Dewantara, Ki Sudaminto, Ki Supratolo dari Mas Adjeng Ramsinah pada tanggal 14 Agustus 1935. Konon bangunan rumah itu dibangun pada tahun 1925 dengan style Jawa. Bangunan terdaftar dalam buku daftar Kraton Ngayogyakarta tertanggal 26 Mei 1926, dengan nomer Angka 1383 / l.H (2).
http://socialbookmark.hol.es/wisata/desa-wisata-tanjung/
Pada tanggal 18 Desember 1951, pembelian itu dihibahkan pada Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa. Pada bulan November 1957, bersamaan dengan kawin emas Ki Hadjar Dewantara, ia terima persembahan bakti dari beberapa penggemar Taman Siswa berbentuk tempat tinggal yang dinamakan Padepokan Ki Hadjar Dewantara, berada di Jl. Kusumanegara 131 Yogyakarta.
http://tokoiklan.web.id/wisata/wisata-kebun-teh-nglinggo-yogyakarta/
Tahun 1958, di kesempatan rapat pamong Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara ajukan keinginan pada sidang supaya rumah sisa tempat tinggalnya yang ada di komplek perguruan Tamansiswa, Jl. Tamansiswa 31 jadikan museum. Keinginan itu disikapi dengan baik serta dikerjakan sesudah ia meninggal dunia. Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 serta disemayamkan di Taman Wijaya Brata.
http://sigithermawan.esy.es/wisata/bukit-isis-kulon-progo/
Mulai tahun 1960, Taman Siswa berupaya untuk wujudkan ide almarhum Ki Hadjar Dewantara. Dalam satu peluang Drs. Moh. Amil Sutaarga yang bekerja di Museum Nasional Jakarta, serta ia ialah keluarga dekat Tamansiswa, bersedia hadir ke Yogyakarta untuk memberi knowledge base mengenai permuseuman pada Kepala Museum Sonobudoyo, Kepala Museum TNI AD, serta calon petugas museum Tamansiswa, yang dikerjakan di Museum Perjuangan Yogyakarta.