Jogja pada pagi hari terlihat lengang, tiada banyak kendaraan berlalu-lalang. Waktu matahari masih tetap cemerlang malu-malu serta beberapa orang lebih pilih bergelung di selimut, anak-anak muda tampak semangat mengayuh sepeda di jalanan perbukitan Dlingo yang turun naik serta mengular. Tiada bersusah payah mengucurkan peluh mengayuh sepeda, YogYES juga lewat jalanan sama pagi hari ini. Satu tanah lega di pinggir jalan jadi tempat pemberhentian kami. Berseberangan dengan tempat kami mematikan mesin kendaraan, jejeran pohon pinus menjulang penuhi pandangan. Teringat bila cuaca tengah berkabut, jadi situasi hutan-hutan Pacific Northwest bisa di nikmati di Jogja.
Rimba Pinus Mangunan, demikianlah sisi dari rimba di lokasi RPH (Resort Pengendalian Rimba) Mangunan yang ditumbuhi tanaman Pinus merkusii ini dimaksud. Tempatnya yang dapat ditempuh searah dengan situs makam Raja-Raja Imogiri membuat beberapa orang salah mengatakan jadi Rimba Pinus Imogiri, terpenting wisatawan yang berasal di luar Jogja. Walau sebenarnya dengan administratif rimba pinus ini tidak termasuk juga lokasi Imogiri. Sebelum jadi salah satunya tujuan wisata, rimba di lokasi Mangunan ialah satu tanah tandus yang lalu direboisasi. Tidak cuma pinus, type pohon lainnya seperti mahoni, akasia, kemiri serta kayu putih ikut ditanam di tempat yang luasnya kira-kira 500 Ha ini.
Baca Juga : Taman pelangi Yogyakarta
Sekarang lokasi Mangunan, terpenting sisi yang ditanami pohon pinus tidak cuma berperan menjadi rimba lindung akan tetapi ikut diurus menjadi salah satunya arah wisata. Beberapa sarana wisata seperti gardu pandang, panggung pertunjukan yang menyatu dengan alam, kamar mandi umum, mushola serta warung-warung simpel juga sudah dibangun di lokasi wisata ini. Tidak cuma situasi rimba nan asri yang mengundang perhatian banyak wisatawan, kehadiran sumber mata air Bengkung yang diakui oleh penduduk seputar menjadi tempat pertapaan Sultan Agung Hanyakrakusuma juga menarik beberapa peziarah untuk hadir bertandang.
Untuk temukan situs mata air yang lalu dibuat pemerintah Belanda pada tahun 1925 sampai 1930 ini ada banyak jalan yang dapat ditempuh, dapat dengan trekking dari tempat parkir tembus rimba yang rapat ikuti jalan outbond Watu Abang atau jalan melingkar yang lebih jauh akan tetapi dapat ditempuh dengan sepeda atau sepeda motor. Saat kami menjejakkan kaki di tanah yang sejumlah besar tertutup daun pinus kering bak permadani, cahaya matahari makin naik tinggi serta tampak mulai melihat dari antara batang pinus. Sinarnya yang menghangatkan harus mengusir dingin yang temani sejak kami hadir. Celotehan segerombolan anak muda yang diselingi dengan tawa mulai isi keheningan yang semula cuma berisi nada gesekan dedaunan. Tidak butuh waktu lama, sebagian dari mereka mulai asik berpose serta menyimpan style memakai camera. Beratraksi diatas batang-batang pinus yang sudah bertransformasi jadi bangku-bangu simpel atau duduk di ayunan dengan pose manja.