Monumen Nasional

Posted on
No ratings yet.

GEDUNG Arca, Gedung Perlengkapan, lalu sekarang jadi Gedung Gajah atau Museum Gajah. Demikianlah, dari waktu ke mana, warga menjuluki Museum Nasional Indonesia.

museum 12

240 tahun kemarin, persisnya pada 24 April 1778, cikal akan Museum Nasional dibangun, yakni Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG). Satu diantara penggagasnya satu orang petinggi VOC, Jacobus Cornelis Mattheus Rademacher. Instansi berdiri sendiri ini dibangun untuk memajukan riset, terutamanya dalam bagian seni, arkeologi, etnologi, biologi, serta riwayat.

Saat itu, warga Eropa keranjingan dengan pemikiran-pemikiran ilmiah serta ilmu dan pengetahuan. “Ada seperti penciptaan ilmu dan pengetahuan untuk kenal jajahan, seperti timbulnya analisis indologi,” kata sejarawan Bonnie Triyana dalam bedah buku Narasi dari Gedung Arca di Museum Nasional, Senin (30/4).

Semenjak awal berdiri, koleksi BG terus disatukan dari sumbangan beberapa anggotanya. Rademacher memulai dengan memberikan tempat tinggalnya di Jalan Kali Basar. Ia mengikhlaskan koleksinya berbentuk buku, naskah, alat musik, mata uang, spesimen flora, tanaman kering, dan lain-lain.

Pada saat itu, golongan atas suka mengumpulkan beberapa benda unik serta antik (antiquarian). Semenjak 1779 rumah koleksi itu dibuka serta dipamerkan untuk biasa. Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles selanjutnya memberikan tambahan bangunan di belakang Societeit de Harmonie untuk memuat koleksi yang semakin banyak serta tidak tertampung di Jalan Kali Besar. Tempat bangunannnya di Jalan Majapahit yang sekarang berdiri kompleks gedung Sekretariat Negara. Sesudah gedung ini tidak mencukupi, pemerintah kolonial selanjutnya membuat gedung di Medan Merdeka Barat pada 1862.

Sesudah Indonesia merdeka, BG terus berjalan. Namanya bertukar jadi Instansi Kebudayaan Indonesia pada 1950 serta dibubarkan pada 1962. Tetapi, museumnya tetap berdiri serta diketahui dengan Museum Pusat. Baru pada 1979, namanya beralih jadi Museum Nasional.

READ  Air Terjun Melanting Buleleng

“Dulu di sini perpustakaan serta museum jadi satu. Tan Malaka tiap hari jalan kaki empat jam dari Rawajati, Kalibata kesini membaca buku yang selanjutnya jadi Mandilog (1943, red.),” kata Bonnie.

Pada saat selanjutnya, 1996, diawali pembangunan gedung baru di samping Gedung A Museum Nasional. “Wardiman Djojonegoro (bekas menteri pendidikan serta kebudayaan 1993-1998, red.) berjasa meningkatkan luas lantai pameran Museum Nasional,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.

Please rate this